Definisi ISPA
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan
atas. Yang benar II ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan
Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan
bagian bawah.
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14
hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung
sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang
telinga tengah dan selaput paru.
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat
ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik,
namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati
dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA
dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi
atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat.
Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan
napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari
sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak
dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang
ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik
penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat antibiotik.
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara
pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran
pernapasannya.
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran
pernapasan bagian atas dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang
cukup besar pada lapangan pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama
yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada
bulan-bulan musim dingin. Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering
terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi
dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada
anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya
terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak
tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik (Rasmaliah.2004).
Klasifikasi
ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA)
mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
·
Pneumonia berat: ditandai
secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing).
·
Pneumonia: ditandai secara
klinis oleh adanya napas cepat.
·
Bukan pneumonia: ditandai
secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada
kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong
bukan pneumonia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi
penyakit ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan
dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.
a.
Untuk golongan umur kurang 2
bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
·
Pneumonia berat: diisolasi
dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau napas
cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per
menit atau lebih.
·
Bukan pneumonia: batuk pilek
biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau
napas cepat.
b.
Untuk golongan umur 2 bulan
sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
·
Pneumonia berat: bila
disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan
tenang tldak menangis atau meronta).
·
Pneumonia: bila disertai
napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 - 12 bulan adalah 50 kali per
menit atau lebih dan untuk usia 1 - 4 tahun adalah 40 kali per menit atau
lebih.
·
Bukan pneumonia: batuk pilek
biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada
napas cepat.
Gejala
dan Tanda ISPA
Gejala ISPA
Pada umumnya suatu penyakit
saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang
ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan
bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin
meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan
yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu
diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat
cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
(dikutip
dari A retrospective population-based cohort study identifying target areas for
prevention of acutelower respiratory infections in children byHannah C Moore1*,
Nicholas de Klerk1, Peter Richmond2,3, Deborah Lehmann1)
Tanda ISPA
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan
tanda-tanda klinis dan tanda-tanda laboratoris. (Dikutip dari Djoko
wahyono,indri hapsari, ika wahyu budi astuti.2004)
Tanda-tanda klinis
·
Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak
teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara
napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
·
Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam,
hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
·
Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah
terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
·
Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris
·
hypoxemia,
·
hypercapnia dan
·
acydosis (metabolik dan atau respiratorik).
Tanda-tanda
bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum,
kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada
anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan
minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya),
kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.
Faktor Resiko Penyebab ISPA
Faktor-faktor
resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai berikut:
1.
Faktor host (diri)
a.
Usia
Kebanyakan
infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun,
terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak
pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut
(Koch et al, 2003).
b.
Jenis kelamin
Meskipun
secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masalah
ini tidak terlalu diperhatikan, namun terdapat perbedaan prevelensi penyakit
ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.
Angka
kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka
kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark
(Koch et al, 2003)
c.
Status gizi
Interaksi
antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua
keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi
yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi
pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan
terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan
keseimbangan tersebut adalah status gizi anak
d.
Status imunisasi
Tupasi
(1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan
peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan
penelitian lain yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan
peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al,
2003).
e.
Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian
vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya tahan
tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan
untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.
f.
Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah
makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama
kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga
sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor
yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis.
ASI dapat
memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel
imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).
2.
Faktor lingkungan
a.
Rumah
Rumah
merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung
yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan
yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik
untuk keluarga dan individu (WHO, 1989).
Anak-anak
yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA
daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark (Koch et
al, 2003).
b.
Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan
hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat
diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al
(2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara
bermakna prevalensi ISPA berat.
a.
Status sosioekonomi
Telah
diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status
keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan
tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan
rendahnya status sosioekonomi (Darmawan,1995).
b.
Kebiasaan merokok
Pada
keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena
ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok.
Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali
lipat akibat orang tua merokok (Koch et al, 2003).
c.
Polusi udara
Diketahui
bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah
rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
pusat penelitian kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek
pencemaran udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar
(SD) dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah pencemaran
udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah pencemaran udara rendah di
Jakarta. Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian baru
atau insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua
wilayah pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi
tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak
ada lagi tempat yang aman untuk semua orang untuk tidak menderita gangguan
saluran pemafasan. Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh
terhadap terjadinya penyakit ISPA.
Patofisiologi
ISPA
Perjalanan
klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang
terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah
faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks
tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi
virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe,
1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran
nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal.
Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending
and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol
adalah batuk.
Adanya
infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.
Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang
merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi
bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran
pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa
yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini
menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas
sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri
ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi.
Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi
virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan
anak (Tyrell, 1980).
Virus yang
menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam
tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke
saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa
menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya
ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus,
dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann,
1985).
Penanganan
penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis
saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang
sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada
umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan
limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas sistem imun mukosa. Ciri khas
berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan
IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat
berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Penatalaksanaan
Kasus ISPA
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program
(turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat
batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan
memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak
mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta
mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi
penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan
minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA.
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
a. Pemeriksaan
Pemeriksaan
artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan mengajukan beberapa
pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak.
Hal
ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan
meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku
oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila
baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada.
Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa
pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan
diklassifikasi.
b. Pengobatan
Penanganan pengobatan
kasus infeksi saluran pernafasan akut merupakan kunci keberhasilan. Pemberian
obat dengan dosis, cara dan waktu yang tepat sangat membantu proses percepatan
penyembuhan.
·
Pneumonia berat : dirawat di rumah
sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya.
·
Pneumonia: diberi obat antibiotik
kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau
ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat
dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin
prokain.
·
Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat
antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat
batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan
seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat
penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila
c. Perawatan
dirumah
Beberapa
hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita
ISPA, antara lain :
·
Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan
memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2
bulan dengan demam harus segera
dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya,
tablet dibagi sesuai dengan dosisnya,
kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain
bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
·
Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat
batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh
dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
·
Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi
berulang-ulang yaitu lebih sering dari
biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu
tetap diteruskan.
·
Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah
sakit yang diderita.
·
Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian
atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.
Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan
menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat
tinggal yang sehat yaitu yang
berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan
untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita
yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat
yang diperoleh tersebut diberikan dengan
benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang
mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali
kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.
0 komentar:
Posting Komentar