Tetanus
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi akut yang
diakibatkan oleh tetanospamin, neurotoksin yang dihasilkan oleh kuman clostridium tetani.
Etiologi
Clostridium tetani
adalah obligat anaerob pembentuk spora, gram positif, bergerak, yang habitatnya
bisa di tanah, debu, saluran pencernaan berbagai binatang. spora tetanus dapat
bertahan hidup dalam air mendidih tapi tidak dalam autoclaf, tetapi sel
vegetatif terbunuh oleh antibiotik, panas dan desinfektan.Tidak seperti banyak
klostridia, C. tetani bukan orgenisme yang menginvasi jaringan, malahan
menyebabkan penyakit melalui pengaruh toksin tunggal, yaitu tetanospamin.
Epidemiologi
Tetanus terdapat di seluruh dunia dan di negara-negara berkembang
merupakan penyebab kematian neonatus yang utama. Reservoir utama
kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit
ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani
yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui :
1. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
2. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan
dengan baik
3. OMP, caries gigi
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
5. Penjahitan luka robek yang tidak steril.
Faktor-faktor yang turut menentukan di dalam
penyebaran geografisnya mencakup masalah iklim, prevalensi spora C. tetani di dalam tanah dan derajat
imunisasi pada kelompok populasi tertentu. Angka serangan rata-rata di Amerikat
Serikat misalnya, kira-kira sebesar 1 kasus/juta/tahun.(Mccarney,2007)
Ø
Insiden Tetanus pada maternal dan neonatus
Pada
negara berkembang, banyak persalinan yang dilakukan dalam keadaan tidak steril
dan tidak ditolong tenaga kesehatan,sehingga ibu dan bayi beresiko untuk
mengalami berbagai infeksi yang mengancam kehidupannya misalnya tetanus yang
telah terbukti mematikan yang diakibatkan persalinan dan praktek perawatan tali
pusar yang salah.Padahal kematian neonatal dan ibu akibat tetanus dapat dengan
mudah dicegah dengan praktek higienis dan perawatan tali pusar steril termasuk
pemberian imunisasi dengan vaksin tetanus.
Dari sejumlah kasus, tetanus pada bayi baru lahir memiliki
angka yang sangat signifikan. Pada umumnya kasus itu, penggunaan gunting yang
kotor dan berkarat oleh dukun bayi saat memotong tali pusar bayi adalah
penyebabnya. Sekitar 60 persen persalinan di Indonesia masih dilakukan oleh
dukun bayi yang tidak terlatih.
Maternal and Neonatal Tetanus (MNT) perlu dicegah dan
dihilangkan atau dikenal dengan Eliminasi
Initiative bertujuan untuk mengurangi jumlah kasus neonatal tetanus dan ibu
ke tingkat rendah sehingga MNT tidak lagi menjadi masalah kesehatan publik yang
utama.
Perlu
diperhatikan pula bahwa tetanus tidak seperti polio dan campak
karena tetanus tidak dapat diberantas (spora tetanus terdapat di seluruh
dunia), tetapi dapat dicegah melalui imunisasi anak dan wanita hamil dan
promosi persalinan yang lebih higienis.
eliminasi MNT didefinisikan sebagai
kurang dari satu kasus tetanus neonatal per 1000 kelahiran hidup di setiap
distrik.
Pada
tahun 1988, WHO
memperkirakan bahwa 787.000 bayi meninggal karena tetanus neonatal (NT “neonatal tetanus”).Kemudian pada akhir tahun 1980an secara global diumumkan
bahwa angka kematian NT diperkirakan sekitar 6,7 NT per 1.000 kelahiran hidup , jelas bahwa hal
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang besar.
Pada
tahun 1989, Majelis Kesehatan Dunia ke-42 menyerukan penghapusan tetanus
neonatal pada tahun 1995.Tahun berikutnya, tahun 1990 pada World
Summit for Children terdaftar kesepakatan eliminasi tetanus neonatal sebagai
salah satu tujuan yang didukung oleh Majelis Kesehatan Dunia ke-44 .Pada tahun
1991 pelaksanaan strategi eliminasi MNT direkomendasikan, tanggal target
penghapusan MNT sampai 2000. Pada tahun 2000 tujuan
penghapusan global masih belum tercapai dan eliminasi tetanus ibu ditambahkan
ke tujuan dengan target waktu 2005
WHO
memperkirakan bahwa pada tahun 2008 hanya 59.000 bayi meninggal
dari NT, berarti penurunan sekitar 92%
dari situasi di akhir 1980-an. Karena sekitar 46 negara masih belum
dieliminasi MNT meskipun kemajuan terus dilakukan.
Pada bulan Desember 2010, 39 negara belum
mencapai penghapusan status MNT. Kegiatan untuk mencapai tujuan yang sedang berlangsung
di negara-negara ini, dengan banyak kemungkinan untuk mencapai penghapusan MNT
dalam waktu dekat.
Sedangkan perkembangan di Indonesia, diperlukan waktu lebih panjang dan
strategi khusus bagi sejumlah negara yang belum bisa mengatasi masalah tetanus
neonatorum. Sejak 1996, di Indonesia telah diberikan vaksin TT terhadap
perempuan usia subur sebanyak tiga kali dosis. Tiga dosis itu akan memberikan
ketahanan selama sepuluh tahun.
Untuk proyek
eliminasi tetanus neonatorum Indonesia mendapat bantuan dari sejumlah lembaga donor seperti JICA
(Japan International Cooperation Agency), USAID (US Agency for International
Development) dan KFW (Kreditanstalt Fur Wiederaufbu). Selama 1999-2000,
Indonesia mendapat bantuan 22 juta autodisable syringe (alat suntik sekali
pakai) dari lembaga donor itu.
Bantuan itu berupa 736.540 vial vaksin tetanus
toxoid, 5.891.800 autodisable syringe dan 59 ribu disposable box untuk program
imunisasi TT bagi 2.945.900 perempuan usia subur di 12 provinsi: Sumatera
Utara, Riau, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur,
Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Bali dan Nusa Tenggara
Barat. Pemberian imunisasi TT dilakukan secara gratis, baik di rumah sakit
maupun puskesmas.
Patofisiologi
Clostridium tetani dalam bentuk spora dapat memasuki tubuh manusia
melalui luka yang terkontaminasi oleh tanah, debu,
kotoran hewan dan manusia. Spora dapat masuk ke tubuh manusia juga lewat luka
tusuk yang dalam atau goresan pisau. Spora tetanus juga dapat masuk melalui
tubuh ketika kulit rusak oleh luka bakar atau dengan injeksi obat yang
terkontaminasi. Sekali spora memasuki luka, mereka memproduksi racun syaraf
yang sangat kuat yang menyebar ke tubuh dan menyebabkan rasa nyeri. Spora yang
masuk dapat tetap bertahan dalam jaringan normal dalam beberapa bulan sampai
beberapa tahun. Dalam kondisi yang anaerob, spora yang rangkap menguraikan
tetanospamin dan tetanolysin.Tetanospamin lalu memasuki sistem syaraf perifer
pada myoneural juction dan ditransportasikan sentripetal ke neurons sistem
syaraf pusat. Neuron menjadi incapable untuk melepaskan neurotransmitter.
Neurons yang melepaskan GABA dan glisin yang merupakan neurotransmitter
yang merupakan neurotransmitter inhibisi
terbesar terutama sensitive terhadap tetanospamin menjadi gagal dalam menghambat
respon refleks motorik terhadap stimulasi sensory. Ini menyebabkan kontraksi
menyeluruh.
Tetanospasmin itu sendiri dapat mencapai susunan
syaraf pusat melalui penyerapan pada sambungan mioneural (myoneural junctions), yang diikuti migrasi melalui ruangan
jaringan perineural (perineural tissue
spaces) susunan syaraf, atau melalui pemindahan limfosit ke dalam darah dan
selanjutnya ke susunan syaraf pusat.
2.1.4
Gejala klinis
Masa tunas tetanus berkisar 2-21 hari, timbulnya gejala
klinis biasanya mendadak, didahului oleh ketegangan otot terutama di daerah
rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( Trismus) karena
spasme otot masseter. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk, dinding perut
dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang klonik sedang berlangsung
sering tampak risus sardonikus karena spasme otot muka. Gambaran umum yang khas
pada tetanus adalah beruapa badan kaku denagn opistotonus, tungkai dalam
ekstensi, lengan kaku dengan tangan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
Serangan timbul paroksismal, dapat dicetuskan oleh rangsang suara, cahaya maupun
sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena kontraksi otot yang
sangat kuat, dapat terjadia asfiksia dan sianosis. kadang dijumpai demam yang
ringan dan biasanya pada stadium akhir.
2.1 Pencegahan
Hal ini paling baik dicapai dengan imunisasi secara
aktif melalui serangkaian suntikan tetanus toxoid (TT), difteri toxoid, dan
vaksin pertusis secara intramuscular sebanyak 3 kali. Idealnya, suntikan
tersebut diberikan ketika bayi berusia 2 bulan dilakukan terpisahdengan
interval 8 minggu dan setahun kemudian diberikan dosis ke-4. Dosis booster juga
diberikan ketika memasuki taman kanak-kanak atau sekolah dasar. Setelah itu
dosis toxoid tetanus dan difteri tipe dewasa (DT) dianjurkan diberikan setiap
10 tahun. Pendekatan tersebut dapat disesuaikan dengan situasi setempat.
Imunisasi ibu hamil, yang belum mendapatkan imunisasi, akan memberikan
perlindungan kepada bayi segera setelah dilahirkan. Tindakan demikian
disarankan pada daerah-daerah yang insiden tetanus neonatorum tinggi. Sebaiknya
imunisasi tetanus dilakukan sebelum kehamilan.
Dalam jurnal yang berjudul “Cakupan Imunisasi Tetanus Toxoid Ibu Hamil
di Daerah Terpencil “ menginformasikan data kesehatan dalam bentuk gambaran
masyarakat pada tingkat kabupaten. Jurnal ini pun memaparkan tentang program
pembangunan kesehatan seperti pemberian suntikan imunisasi antitetanus atau
Toxoid Tetanus (TT) pada ibu hamil. Sedangkan sampel penelitiannya adalah ibu
yang memiliki anak balita. Sampel tersebut sebanyak 217 responden.
Dari penelitian tersebut diperoleh
kesimpulan bahwa upaya pelayanan kesehatan pada ibu hamil cenderung belum
mencapai standar pelayanan minimal 80%. Namun bila dilihat dari cakupan
pemeriksaan kehamilan atau K4 memperlihatkan bahwa pelayanan antenatal secara
lengkap semakin terjangkau, tingkat perlindungan terhadap ibu hamil semakin
meningkat, dan kemampuan manajemen program kesehatan ibu dan anak (KIA) semakin
baik.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar