A little knowledge that acts is worth infinitely more than much knowledge that is idle.

Contact Me

Fb : Nurani ada disini e-mail : eka.nurani@gmail.com

Si Merah berumur Pendek....

Senin, 08 Oktober 2012



Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin. Penyakit ini merupakan penyakit kelainan pembentukan sel darah merah.


              Penyebab
Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal.
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis yang utama adalah :
1.      Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa)
Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen).
2.      Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta)
Beta – Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.
Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :
1.      Thalasemia Mayor
Thalasemia mayor disebabkan sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
2.      Thalasemia Minor
Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan.
Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.
 Gejala
Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk yang lebih berat, misalnya beta-thalasemia mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan pembesaran limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita thalasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal.
Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung. Oleh karena itu, untuk memastikan seseorang mengalami thalasemia atau tidak, dilakukan dengan pemeriksaan darah. Gejala thalasemia dapat dilihat pada banak usia 3 bulan hingga 18 bulan. Bila tidak dirawat dengan baik, anak-anak penderita thalasemia mayor ini hidup hingga 8 tahun saja. Satu-satunya perawatan dengan tranfusi darah seumur hidup. Jika tidak diberikan tranfusi darah, penderita akan lemas, lalu meninggal.

  Manifestasi Klinis


                     Lethargi
                     Pucat
                     Kelemahan
                     Anoreksia
                     Sesak nafas
                     Tebalnya tulang cranial
                     Pembesaran limpa
                     Menipisnya tulang kartigo
                     Disrytma

Patofisiologi
1.      Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan dua polipeptida rantai alpa dandua rantai beta.
2.      Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalammolekulhemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.
3.      Ada suatu kompensator yang meningkat dalamrantai alpa,tetapi rantai beta memproduksi secara terus-menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defective.Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini meneybabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia atau hemosiderosis.
4.      Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada Thalasemia Beta dan kelebihan rantai Beta dan gamma ditemukan pada thalasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intraeritrositik yang mengalami presipitasi,yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri darihemoglobin tak stabilbadan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
5. Reduksi dalamhemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalamstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC di luar menjadi eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar ronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
Komplikasi
1.              Fraktur patologi
2.              Hepatosplenomegali
3.              Gangguan tumbuh kembang
4.              Disfungsi organ

Klasifikasi
Penyakit ini diturunkan mengikuti kaidah Mendel. Berdasarkan rantai asam amino yang gagal terbentuk, thalassemia dibagi menjadi thalassemia alpha (hilang rantai alpha) dan thalassemia beta (hilang rantai beta). Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena ada 2 jenis yang utama yaitu :
1. Thalasemia α  ( Alfa )
Gen globin α  terdapat pada cromosom 16, yang terdiri dari 4 rantai. Thalasemia α  terjadi bila 1 atau lebih gen penyusun rantai alpha-globin dari hemoglobin berubah atau hilang. Karena rantai α juga terdapat pada Hb F (fetal haemoglobin) dan Hb A (adult haemoglobin), maka penyakit ini dapat terjadi pada masa janin dan usia dewasa. Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen).
Thalassemia alpha dibagi menjadi :
a.       Silent Carrier State
Yaitu gangguan pada 1 rantai globin alpha. Pada keadaan ini mungkin tidak timbul gejala sama sekali pada penderita, atau hanya terjadi sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat (hipokrom).
b.      Alpha Thalassemia Trait
Yaitu gangguan pada 2 rantai globin alpha. Penderita mungkin hanya mengalami anemia kronis yang ringan dengan sel darah merah yang tampak pucat (hipokrom) dan lebih kecil dari normal (mikrositer).
c.       Hb H Disease
Gangguan pada 3 rantai globin alpha. Gambaran klinis penderita dapat bervariasi dari tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai dengan perbesaran limpa (splenomegali).
d.      Alpha Thalassemia Major
Gangguan pada 4 rantai globin alpha. Thalassemia tipe ini merupakan kondisi yang paling berbahaya pada thalassemia tipe alpha. Pada kondisi ini tidak ada rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang diproduksi. Biasanya fetus yang menderita alpha thalassemia mayor mengalami anemia pada awal kehamilan, membengkak karena kelebihan cairan (hydrops fetalis), perbesaran hati dan limpa. Fetus yang menderita kelainan ini biasanya mengalami keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan. 
2. Thalasemia β ( Beta )
Gen globin β  terletak pada kromosom 11, yang terdiri dari 2 rantai. Thalasemia β terjadi bila  1 atau ke 2 gen penyusun rantai beta-globin dari hemoglobin berubah. Thalasemia β biasanya dialami oleh orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara. Thalassemia β adalah hasil lebih dari 150 mutasi dari rantai globin β, baik berupa hilangnya rantai β (thalassemia β0) atau berkurangnya rantai β (thalassemia β+).
Keadaan ini menyebabkan ketidakseimbangan sintesis rantai globin yang mengakibatkan berlebihnya rantai α sehingga terjadi presipitasi prekursor eritrosit, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan sel darah merah di sumsum tulang dan perifer. Keseluruhan proses tersebut mengakibatkan terjadinya anemia yang parah, yang selanjutnya akan menyebabkan peningkatan produksi eritropoetin dan ekspansi sumsum tulang yang tidak efektif, deformitas tulang, pembesaran limpa dan hati, serta hambatan pertumbuhan.
Thalassemia beta dibagi menjadi :
a.       Beta Thalassemia Trait
Pada jenis ini penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer).
b.      Thalassemia Intermedia
Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai beta globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi.
c.       Thalassemia Major (Cooley’s Anemia)
Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat.

Sementara itu, hilangnya rantai asam amino bisa secara tunggal (thalassemia minor/trait/heterozigot) maupun ganda (thalassemia mayor/homozigot). Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :
1.      Thalasemia Mayor
Adanya sifat sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bias muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalassemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin.
Penderita thalassemia mayor tidak dapat membentuk haemoglobin yang cukup di dalam darah mereka, sehingga hampir tidak ada oksigen yang dapat disalurkan ke seluruh tubuh, yang lama-lama akan menyebabkan asfiksia jaringan (kekurangan O2), edema, gagal jantung kongestif, maupun kematian. Oleh karena itu, penderita thalassemia mayor memerlukan transfusi darah yang sering dan perawatan medis demi kelangsungan hidupnya. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan.
2.      Thalasemia Minor
Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor.
Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.
Skema

Diagnosis
Thalasemia lebih sulit didiagnosis dibandingkan penyakit hemoglobin lainnya. Hitung jenis darah komplit menunjukkan adanya anemia dan rendahnya MCV (mean corpuscular volume).
Elektroforesa bisa membantu, tetapi tidak pasti, terutama untuk alfathalasemia. Karena itu diagnosis biasanya berdasarkan kepada pola herediter dan pemeriksaan hemoglobin khusus.
  Pengobatan
Pengobatan untuk penyakit thalasemia tergantung pada tipe thalasemia-nya dan berat tidaknya thalasemia yang diderita. Penderita dengan thalasemia yang ringan atau bersifat asimtomatik biasanya hanya mendapat sedikit perawatan/pengobatan bahkan tidak mendapat pengobatan sama sekali.
Ada tiga pengobatan yang paling sering digunakan, yaitu :
1.      Transfusi Darah
Tranfusi darah sangat dibutuhkan pada penderita thalasemia sedang ataupun berat. Dengan transfusi darah, kadar sel darah merah dan kadar hemoglobin dapat dipertahankan. Untuk thalasemia intermedia, transfusi dapat diberikan dengan jangka waktu yang lebih jarang dibanding thalasemia yang berat. Misalnya saat si penderita mengalami infeksi atau saat si penderita mengalami anemia berat sehingga menyebabkan kelelahan.
Sebaliknya, untuk thalasemia berat seperti thalasemia beta mayor, transfusi darah sangat dibutuhkan. Dan transfusi dilakukan secara reguler (kira-kira setiap 2 sampai 4 minggu).
Dengan transfusi darah akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell) - sel darah merah pekat, 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.  Atau dapat dihitung dengan rumus :


Jumlah PRC = selisih Hb x 3 x BB
Selisih Hb = selisih Hb yang diinginkan dengan Hb sebelum transfusi
BB = berat badan

Indikasi mutlak pemberian Packed Red Cells (PRC) adalah bila Hb penderita 5 gr%.  Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb pasien tanpa menaikkan volume darah secara nyata. Keuntungan menggunakan PRC dibandingkan dengan darah jenuh adalah :
-   Kenaikan Hb dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan
-   Mengurangi kemungkinan penularan penyakit
-   Mengurangi kemungkinan reaksi imunologi
-   Volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga kemungkinan overload    berkurang
-   Komponen darah lainnya dapat diberikan pada pasien lain
2.      Terapi Iron Chelation
Dampak dari transfusi darah adalah overloading besi ( hemosiderosis ). Hal ini dikarenakan hemoglobin yang ada di dalam sel darah merah merupakan protein kaya besi. Sehingga dengan transfusi darah yang sering dapat menyebabkan kelebihan besi pada darah. Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan pada hati, jantung, dan organ-organ lainnya yang ada di dalam tubuh.
Untuk mencegah kerusakan ini, dibutuhkanlah terapi iron chelation untuk membuang kelebihan besi dari tubuh. Ada dua obat yang paling sering digunakan dalam terapi ini.
Ø  Deferoxamine (Desferal),  obat cair yang diberikan melalui bawah kulit secara perlahan-lahan dan biasanya dengan bantuan pompa kecil yang digunakan dalam kurun waktu semalam. Terapi ini memakan waktu lama dan sedikit memberikan rasa sakit. Efek samping obat ini adalah berkurangnya kemampuan mendengar dan melihat. Obat ini diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah.  Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam  dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah.
Ø  Deferasirox, merupakan pil yang dimakan sekali dalam sehari. Efek samping obat ini antara lain, sakit kepala, nausea, muntah, diare, dan lelah.

3.      Suplemen Asam Folat
Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-sel darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping melakukan transfusi darah ataupun terapi khelasi besi. Asam folat sangat berperan dalam proses pematangan sel darah merah. Biasanya suplemen asam folat ini dibutuhkan dalam terapi iron chelation dan transfusi darah.

    1. Pengobatan Alami
   Ada beberapa pengobatan alami yang membantu untuk mengurangi frekuensi transfusi darah. Antara lain :
a.       Cyano Spirulina
Spirulina adalah alga yang hidup di perairan laut maupun tawar. Alga tersebut dapat berkembang biak dalam lingkungan yang ekstrim dalam waktu 2 sampai 5 hari. Biomass alga tersebut dapat bertambah menjadi 2 kali lipat.  Manfaat Spirulina :
-    Spirulina mengandung kombinasi molekul – molekul  yang disebut Controlled Growth Factor ( CGF ), yang dapat menyediakan eneri secara terus menerus sehingga bermanfaat untuk menjaga system kekebalan atau daya tahan tubuh.
-    Spirulina  dapat menstimulasi efek metabolism dan mempercepat aktivitas mitokondria dalam mengubah lemak menjadi energi, dapat menstimulasi energi yang dibutuhkan dalam waktu cepat dan dalam jangka panjang.
-    Mengandung precursor neuropeptida yang dapat membantu meningkatkan kesehatan fungsi otak.
Ø  Komposisi Spirulina
-          Vitamin
Vitamin A, vitamin B, Vitamin B komplek, Vitamin B-1, vitamin B-2, vitamin B-6, vitamin B-12, vitamin C ( acerola dan asam askorbat ), vitamin E ( d-alfatokoferol )
-          Mineral
Kalsium, Magnesium, Zat Besi, asam folat, selenium, zinc, asam panthothenat, asam lemak esensial, choline.
-          Amino Acid
Arginine, Alanine, Aspartic Acid, Cystein, Glutamic Acid, Glycine, Histidine, isoleucin, leucine, lysine, methionine, phenylalanine, proline serine, threonine, tyrosine, valine.
Ø  Manfaat
Spirulina memiliki kandungan gizi utama dan 4 pigmen alami yaitu yaitu betakaroten, klorofil, xantofil, dan Fikosianin.
-          Pigmen adalah zat warna alami yang ada pada tumbuhan.  Pigmen  pada cyano Spirulina berfungsi sebagai detoksifikasi (pembersih racun)
-          Perlindungan tubuh terhadap radikal bebas, antioksidan, meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan jumlah bakteri ”baik” di usus,meningkatkan haemoglobin (Hb), dan sebagai antikanker.
-          Selain itu, cyano Spirulina  mengandung klorofil, Vitamin B 12, Asam folat dan zat besi yang duperlukan untuk pembentukan darah merah.
-          Menurut Prof I Nyoman Kabinawa, periset Pusat Penelitian Pengembangan Bioteknologi, kemampuan spirulina meningkatkan trombosit lantaran kaya ferum atau zat besi. Kandungannya 15 mg/ 10 g, terbanyak dibandingkan berbagai sumber pangan lain. Zat besi berfungsi untuk kesehatan sel-sel darah merah dan menguatkan sistem kekebalan tubuh.
-          Memacu sumsum tulang untuk memproduksi haemoglobin sebagai bagian dari sel darah merah. Uji klinis yang dilakukan Johnson dan Shubert, membuktikan zat besi spirulina diserap lebih dari 60%.Bandingkan dengan suplemen lain seperti ferosulfida yang hanya 20%. Itu sebabnya spirulina efektif untuk penanggulangan anemia.
a.       Jelly Gamat ( Ekstrak Teripang )
Salah satu kandungan Teripang adalah Muchopolusacharida ( MPS ) popiler sebagai glycosaminoglycans ( GAGs ). Bentuk kondritin sulfat ini mamp memulihkan penyakit – penyakit sendi dan membangun kembali tulang rawan. Cara kerjanya denan merangsang tubuh mensekresikan cairan synovial untuk lubrikasi persendian.. MPS dan GAGs memberikan efek lender pada dinding sel artinya teripang berfungi sebagai antithrombogenik untuk mencegah penggumpalan melalui pengenceran darah, dan melancarkan cairan yang tersumbat.
Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Yash Sharma P dari Houston, Amerika Serikat, menyatakan bahwa yang paling berpengaruh adalah kandungan N- asam glikoneuraminat, yang merupakan sel asam sialat. Sialat terbentuk dari polisakarida, glikoprotein dan glikolipida. Saat terjadi mutasi gen, asam glikolineuraminat hilang dari sel. Makanya, limpa yang membersihkan darah tak bekerja semestinya. Akibatnya, limpa membengkak. Sehingga dengan mengkonsumsi teripang secarateratur dapat mengembalikan sialat tersebut.
 Pencegahan
Pencegahan thalassemia terutama ditujukan untuk menurunkan jumlah bayi lahir dengan thalassemia mayor. Ada 2 pendekatan target dalam pencegahan thalassemia yaitu secara retrospektif dan prospektif. Pendekatan retrospektif dilakukan dengan cara melakukan penelusuran terhadap anggota keluarga dengan riwayat keluarga menderita thalassemia mayor. Sementara pendekatan prospektif dilakukan dengan melakukan skrining untuk mengidentifikasi karier thalassemia pada populasi tertentu. Secara garis besar bentuk pencegahan thalassemia dapat berupa edukasi tentang penyakit thalassemia pada masyarakat, skrining (carrier testing), konseling genetika pranikah, dan diagnosis pranatal.

1.      Edukasi
Edukasi masyarakat tentang penyakit thalassemia memegang peranan yang sangat penting dalam program pencegahan. Masyarakat harus diberi pengetahuan tentang penyakit yang bersifat genetik dan diturunkan, terutama tentang thalassemia dengan frekuensi kariernya yang cukup tinggi di masyarakat. Pendidikan genetika harus diajarkan di sekolah, demikian pula pengetahuan tentang gejala awal thalassemia. Media massa harus dapat berperan lebih aktif dalam menyebarluaskan informasi tentang thalassemia, meliputi gejala awal, cara penyakit diturunkan dan cara pencegahannya.
Program pencegahan thalassemia harus melibatkan banyak pihak terkait. Sekitar 10% dari total anggaran program harus dialokasikan untuk penyediaan materi edukasi dan pelatihan tenaga kesehatan

2.      Skrinning Karier
Skrining thalassemia ditujukan untuk menjaring individu karier thalassemia pada suatu populasi, idealnya dilakukan sebelum memiliki anak. Skrining ini bertujuan untuk mengidentifikasi individu dan pasangan karier, dan menginformasikan kemungkinan mendapat anak dengan thalassemia dan pilihan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya. Target utama skrining adalah penemuan β- dan αo thalassemia, serta Hb S, C, D, E.15 Skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter keluarga, klinik keluarga berencana, klinik antenatal, saat pranikah, atau pada saat bayi baru lahir. Pada daerah dengan risiko tinggi dapat dilakukan program skrining khusus pranikah atau sebelum memiliki anak.
Pendekatan genetik klasik dalam mendeteksi karier berdasarkan penelusuran silsilah keluarga dianggap kurang efektif dibanding dengan skrining populasi. Bila ada individu yang teridentifikasi sebagai karier, maka skrining pada anggota keluarga yang lain dapat dilakukan. Skrining silsilah genetik khususnya efektif pada daerah yang sering terjadi perkawinan antar kerabat dekat. Metode pemeriksaan thalassemia yang definitif dan akurat meliputi pemeriksaan kualitatif HbA2, HbF, rasio sintesis rantai globin dan analisis DNA untuk mengetahui mutasi spesifik. Namun, semua pemeriksaan ini mahal. Pasien thalassemia selalu mengalami anemia hipokrom (MCH < 26 pg) dan mikrositik (MCV < 75 fl), karenanya kedua kelainan ini tepat digunakan untuk pemeriksaan awal karier thalassemia.
3.      Konseling Genetik
Informasi dan konseling genetika harus tersedia ditempat skrining karier dilakukan. Tenaga kesehatan tidak boleh memaksa orang untuk menjalani skrining dan harus mampu menginformasikan pada peserta skirining bila mereka teridentifikasi karier dan implikasinya. Prinsip dasar dalam konseling adalah bahwa masing-masing individu atau pasangan memiliki hak otonomi untuk menentukan pilihan, hak untuk mendapat informasi akurat secara utuh, dan kerahasiaan mereka terjamin penuh. Hal yang harus diinformasikan berhubungan dengan kelainan genetik secara detil, prosedur obstetri yang mungkin dijalani dan kemungkinan kesalahan diagnosis pranatal.
Konseling pada individu/pasangan yang mengidap thalassemia (karier, intermedia atau mayor) sangat penting karena adanya implikasi moral dan psikologi ketika pasangan karier dihadapkan pada beberapa opsi reproduksi. Pilihan yang tersedia tidak mudah, dan mungkin tiap pasangan memiliki pilihan yang berbeda-beda. Tanggung jawab utama seorang konselor adalah memberikan informasi yang akurat dan komprehensif sehingga memungkinkan pasangan karier menentukan pilihan yang paling mungkin mereka jalani sesuai kondisi masing-masing .


Sumber:
Dirjen Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.Health Technology Assessment Indonesia HTA - Pencegahan Thalassemia.2010
Khalilullah,Said Alfin.Refrat Thalasemia.Bagian / SMF Ilmu kesehatan Anak FK-UNSYIAH
Yunanda,Yuki.Thalassemia.USU e-repository.2008
Harryanto Reksodiputro, Karma L. Tambunan, Aru W. Sudoyo Beberapa Masalah mengenai Transfusi Darah- Cermin Dunia Kedokteran.Jakarta

http://thalassemia.org
Share This :

Related Templates

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Critical Nurse - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Free Coupon Codes